Label
Pengunjung
Sikap Kita Terhadap Toleransi Antar Umat Beragama
بسم الله الرحمن الرحيم
I. MUQODDIMAH
Segala puji syukur hanya kepunyaan Allah Rabb
semesta alam,kita bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat dan karunia-Nya,kita
memuji kepada-Nya karena kemuliaan dan keagungan-Nya dan kita minta ampun
kepada-Nya atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan serta memohon
kekuatan kepada-Nya agar kita tetap istiqomah dalam menjalankan segala
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Sholawat dan salam
mudah-mudahan selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad sallallahu alaihi wasallam,segenap
keluarga,shohabat-shohabat-Nya serta para pengikutnya yang tetap setia
mengikuti jejak langkahnya sampai hari akhir nanti.
Kalau kita membuka lembaran
sejarah ummat ini kita akan mendapatkan segala keunikan dan keajaibanya yang
menakjubkan karena ajarannya yang bersifat Robbany,sebab hanya beberapa saat
saja Islam ini mampu menancapkan tonggak-tonggaknya di berbagai sektor,maka
setelah kaum kafir Quraisy memahami perkembangan ini berusaha semaksimal
mungkin dengan segala daya dan kekuatannya mencurahkan tenaga dan pikirannya, harta
dan nyawanya untuk menghentikan cahaya Islam ini, mulai dari ejekan,
penghinaan, pengolok-olokan, menjelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitakan
keragu-raguan terhadap ajaran beliau serta penertawaan, melawan Al-Qur’an
dengan dongeng para raja-raja yang mereka banggakan seperti raja
Persi dan Rum bahkan lebih
jauh dari pada itu mereka meyodorkan beberapa bentuk tawaran kepada Beliau
dengan harapan Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam berhenti atau bersifat lunak (lunak dalam menurut pemahaman
mereka) dalam berda’wah serta mengikuti kemauan mereka yang akhirnya mempertemukan
Islam dan Jahiliyah di tengah jalan.
Namun sejarah telah
membuktikan bahwa usaha yang mereka lakukan kandas di tengah jalan, akan tetapi
hendaknya kita tetap waspada karena usaha mereka tidak terbatas pada zaman itu
saja, realita hari ini yang bisa kita saksikan bersama, menunjukkah bahwa
orang-orang kafir siang dan malam selalu berpikir dan berpikir agar Aqidah
Ummat ini
hilang dari hati mereka, sehingga kaum muslimin sendiri ragu terhadap
ajarannya, mencampur adukan Islam dan jahiliyah dengan cara mengikuti
perayaan-perayaan yang mereka adakan dengan dalih TOLERANSI sesama
manusia, lalu apakah yang namanya toleransi itu berarti mencampuradukkan ibadah
dan penyembahan? apakah toleransi itu berarti saling beribadah menurut banyak
keyakinan? apakah toleransi itu berarti membolehkan seorang penganut agama
tertentu melacurkan imannya demi toleransi terhadap penganut agama lain? Al-Qur’an
menjawab dengan jelas dalam Surat Al-Kafiruun bahwa itu bukan toleransi dan
bukan seperti itu bentuk toleransi yang semestinya dilakukan orang muslim
terhadap penganut agama lain.
II. TA’RIF
- AHLUS-SUNNAH
1. Pengertian secara bahasa , As-Sunnah adalah :
a. Jalan.
b.
Jalannya
Rasulullah sallallahu alahi wasallam1.
c.
Secara
mutlaq As-Sunnah adalah jalan yang terpuji dan lurus, sehingga seorang itu di
katakan Ahlus-sunnah karena berjalan di atas jalan yang lurus dan mulia.2
2. Pengertian secara Syar’I :
a. Ibnu Rojab berkata: As-Sunnah adalah : jalan Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam yang di ikuti
oleh para shohabat yang selamat dari subhat dan syahwat.
b. Ibnu Faris berkata: As-Sunnah dimutlaqkan para perjalanan Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam.
c. Ibnu Taimiyah berkata:
Mereka di sebut ahlus-sunnah karena mengikuti sunnah rasulullah sallallahu
alaihi wasallam.
Jadi ahlus-sunnah adalah :
mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam serta berpegang teguh dengannya seperti
Shohabat dan yang mengikutinya dengan baik sampai hari akhir nanti.
B.
WAL JAMAAH
1. Pengertian secara bahasa:
Al –Jamaah :kebalikan dari firqoh.
2. Pengertian secara syar’i:
a. Ibnu Mas’ud berkata
: Al-Jamaah berarti menetapi Al-Haq walaupun
kamu sendirian.
b. Ibnu Taimiyah berkata
: Barangsiapa yang berkata dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’mereka adalah Ahlussunnah wal jamaah
(Al fatawa: III /346).
c. Al-Jamaah adalah
: Jamaatul muslimin Yaitu para shohabat,Tabi’in dan yang mengikutinya dengan
baik sampai hari kiamat ( syarh Thohawiyah: 430).
II. ADAB TERHADAP ORANG KAFIR
Islam
adalah satu-satunya jalan yang memberikan kepada fitroh apa yang sesuai
dengannya, menjejajari langkahnya dalam lingkup material maupun kemuliaan
spiritual. Islamlah satu-satunya jalan yang mampu menegakkan aturan secara
praktis dalam kancah kehidupan sehingga keseimbangan ini benar-benar menjadi sempurna
yang tidak pernah di kenal sepanjang sejarah kecuali dalam naungan Islam.(Al-Wala’wal Baro’:338).
Berdasarkan Ilmu syar’I, kita
menyakini bahwa seluruh ajaran agama adalah bathil dan para pemeluknya adalah
kafir kecuali ajaran dan keyakinan Dinul Islam dan para pemeluknya adalah
muslim dan mu’min, inilah satu-satunya jalan yang diridhoi di sisi Allah subhanahu wata’ala sebagaimana
firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَم
Sesungguhnya Din (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.
(QS. 3:19)
Qotadah berkata
tentang ayat ini : Islam adalah persaksian bahwa tidak ada Ilah selain Allah, mengakui
segala yang diturunkan-Nya ,mengutus Rasul-Nya,menunjukkan wali-wali-Nya dan
Allah tidak menerima selain Islam dan tidak di balas kecuali dengan Islam. (Darul Mansur:2/166).
Dalam ayat yang lain di
sebutkan:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِين
Barangsiapa mencari agama selain dari agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. 3:85)
Inilah sebagian ayat-ayat yang menjelaskan bahwa
ajaran-ajaran sebelumnya
sudah terhapus dengan datangnya syari’at Islam dengan itu hubungan kita (kaum
muslimin pun) diatur dalam
Islam diantara adab-adab tersebut sebagaimana berikut:
1. Tidak mengakui kekafiran mereka dan tidak ridho
terhadap kekafiran tersebut, sebab ridho terhadap kekafiran adalah kafir.
2. Membenci kekafiran mereka karena Allah sendiri
membencinya,kita membencinya karena Allah membenci terhadapnya.
3. Tidak menjadikan mereka sebagai wali-wali dan
teman dekat, sebagaimana Allah jelaskan
dalam firman-Nya :
Janganlah
orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan
orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah (QS. 3:28)
Shohabat Ibnu Abbas
mengomentari ayat ini : Allah subhanahu
wata’ala mengomentari orang-orang mukmin bersikap lembut terhadap
orang-orang kafir, menjadikan mereka sebagai teman akrab, kecuali jika mereka
menampakkan keramah-tamahan terhadap orang-orang mukmin.(Darul Mansyur:2/176).
Dalam ayat lain di sebutkan:
لاَّتَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخَرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ
كَانُوا ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُم
Kamu tidak akan mendapati
sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang
itu bapak-bapak mereka, atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka
ataupun keluarga mereka. (QS. 58:22)
4.
Berbuat adil dan baik
terhadap mereka tatkala mereka tidak memerangi kamu, serta mengasihi mereka
dengan kasih sayang yang sifatnya umum seperti: memberi makan ketika ia lapar,
memberi minum ketika ia haus, menjenguk ketika ia sakit, dalam firman-Nya di
sebutkan :
Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim. (QS. 60:9)
Dalam
sebuah hadits di sebutkan, menceritakan kepada kami Mu’awiyah dari Syaibani dari Firas dari Athiya dari Abi faid berkata:
“Nabi sallalahu alaihi wasallam
bersabda:
إن
من لا يرحم الناس لا يرحمه الله(رواه أحمد).
Sesungguhnya
yang tidak menyayangi manusia maka Allah tidak menyayanginya (HR. Ahmad).
5.
Tidak boleh mendholimi
harta, darah dan kehormatannya jika mereka tidak memerangi kaum muslimin, sebab Rasulullah sallalahu alaihi wasallam bersabda
dalam sebuah hadits Qudsi:”Barangsiapa yang menyakiti ahli dzimmah maka
Allah pembelanya pada hari kiamat(Muslim).
6.
Tidak boleh bagi mereka
menikahi wanita-wanita muslimah namun kita boleh menikahi wanita-wanita ahli
kitab, Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 5 :
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberikanAl-Kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. Barang siapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerina hukum-hukum Islam). Maka hapuslah
amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS. 5:5).
7.
Tidak boleh mendahuluinya
dengan salam, namun jika mereka mengucapkan salam maka jawablah dengan,
sebagaimana sabda Rasul sallalahu alaihi wasallam :
إذا
سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم(متفق عليه).
“Jika ahlul kitab
mengucapkan salam kepadamu maka jawablah dengan
:”Wa’alikum” (HR Mutafaq ‘alaihi)
8.
Mendo’akan jika ia bersin
dengan bacaan:
”semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan memperbaiki
keadaanmu”.
9. Tidak menyerupai mereka seperti memotong janggot, dalam pakaian,
serta desaklah ia kepinggir jalan jika sedang berpapasan dengan kamu. (Minhajul
Muslim:115-116).
III. PERBEDAAN AL-WALA’
DAN TASAMUH
Dalam kitab lisanul Arab, Wala’ sama dengan Wakalat ,menurut Ibnul Arobi Muwalat
berarti: dua orang saling
berselisih lalu datang orang ketiga untuk mendamaikan, kehendak untuk
mendamaikan ini ada pada keduanya lalu ia membantu/menolongnya, Al-Muwalat juga berarti orang yang menolong kaum. Asy-Syafi’e
mengartikan sebagai loyalitas Islam, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
:
ذ لك بأن الله
مولي الذين أمنوا وأن الكافرين لامولي لهم
”Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah pelindung
orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada
mempunyai pelindung” (Muhammad:11). (Al-wala’ wal baro’:59)
Muwala berarti kecintaan (kamus al muhid
4/401-402), Al
muwalah kebalikan Al mu’adah berkata Doktor Muhammad Naim yasin Al-Muwala : pecahan dari al wala’
yang berarti: kerabat dan pendekatan.
Al-Muwalat kebalikan dari Al
mu’adat berarti wali: sahabat, pelindung, orang yang mencintai,
sementara Adwun berarti musuh sebagaimana firman Allah:
يَآأَبَتِ
إِنِّي أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمَـنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ
وَلِيًّا
Wahai
bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab oleh Yang Maha
Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". (QS. 19:45)
Tsa’lab berkata: setiap orang yang
menyembah sesuatu selain Allah, maka dia telah mengambilnya sebagai pelindung
atau shohabatnya. Dengan itu Allah berfirman:
Allah
Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni nereka; mereka kekal
di dalamnya. (QS. 2:257).
Allah menjadi pelindung orang-orang yang beriman karena Dia
menolong mereka menghadapi musuh-musuh-Nya dan menampakkan Din-Nya di atas Din
orang-orang yang menentangnya, ada yang berpendapat: Allah menjadi pelindung
mereka maksudnya : mengurusi pahala mereka dan memberi balasan atas kebaikan
amal mereka.(Al wala wal baro’:60).
Syehkul Islam Ibnu Taimiyah
berkata: Al-Walayah kebalikan dari Al mu’adah, asal pengertian Al-Walayah
adalah : kecintaan dan kedekatan, sedangkan asal pengertian Al-Adawah
adalah kebencian dan kejauhan.
Di riwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata:
barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, menolong karena
Allah, memusuhi karena Allah maka akan di terima pertolongan Allah karenanya,
seorang hamba sekali-kali tidak mendapatkan kenikmata iman meskipun sholat dan
shaumnya banyak, sehingga ia berbuat seperti itu, sudah biasa terjadi
persaudaraan di antara manusia karena urusan dunia, hal ini tidak akan
mendatangkan manfaat sedikitpun kepada pelakunya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata: orang mu’min harus memusuhi karena Allah dan bershahabat karena Allah
pula, apabila di sana ada orang mukmin yang lain hendaklah ia bersahabat
dengannya meskipun ia mendholiminya sebab kedholiman tidak harus memutuskan
persahabatan yang didasarkan pada Iman. Allah berfirman:
Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara
keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan
berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(QS. 49:9)
Maka sesama mukmin harus saling mencintai/persaudaraan atas dasar
kecintaan karena Allah sekalipun timbul permusuhan dan tindak kedholiman, maka
mereka di perintahkan berdamai, dengan itu seorang mukmin harus selalu ingat
tentang orang mukmin engkau harus wala’ terhadap dirinya, meskipun ia mendholimi mu
dan berbuat lalim kepadamu, sedangkan tentang orang kafir maka engkau harus
selalu memusuhinya meskipun ia memberikan sesuatu dan berbuat baik kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-Nya
agar semua agama hanya bagi Allah semata, sehingga muncul kecintaan terhadap
wali-wali-Nya dan kebencian terhadap musuh-musuh-Nya, kemuliaan dan pahala bagi
wali-wali-Nya, kehinaan dan siksa bagi musuh-musuh-Nya .(Al-Wala’wal
Baro’:93).
Adapun toleransi adalah sebuah istilah yang berarti: penghargaan,
penerimaan, penghormatan, terhadap keperbagaian cara-cara kemanusiaan,
bentuk-bentuk ekpresi dan kebudayaan, atau berarti bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, memperbolehkan) pendirian (pendapat , pandangan dan
kepercayaan)yang berbeda/ bertentangan dengan pendiriaannya sendiri.
Siapa yang mengatakan bahwa Islam memberi tenggang rasa kepada
orang-orang Nasrani agar mereka menyeru kepada agamanya , orang-orang Yahudi
menyeru kepada agama Yahudi, orang-orang Budha menyeru kepada agamanya dan
pemeluk agama lain kepada agama yang menyimpang? apakah ummat Islam tidak sadar
apa yang telah di peringatkan Allah dalam Al-Qur’an tentang Bani Israel,
tindakan mereka membunuh para Nabi, merubah Taurat dan Injil serta bermain-main
dengan Al-Kitab yang di turunkan sesuai dengan kemauan hawa nafsu mereka,
padahal Allah telah berfirman:
لَّقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ
إِلَهُُ وَاحِدُُ وَإِن لَّمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan:"Bahwanya Allah salah satu dari yang
tiga", padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah)
selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan
itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang
pedih. (QS. 5:73)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ
النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ
يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى
يُؤْفَكُونَ
Orang-orang
Yahudi berkata:"Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata:"Al-Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu.
Dila'nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling. (QS. 9:30)
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ
سَوَآءً فَلاَ تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَآءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ
اللهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ
وَلاَتَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلاَ نَصِيرًا
Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka
penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika
mereka berpaling, tawanlah dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya,
dan janganlah kamu ambil seorangpun diantara mereka menjadi pelindung, dan
jangan (pula) menjadi penolong, (QS. 4:89)
وَدَّكَثِيرُُ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ
يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم
مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ
اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَىكُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ
Sebagian
besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka
ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 2:109)
Kalau
toleransi berarti (penghargaan, penghormatan terhadap perbagai cara-cara
kemanusiaan, bentuk-bentuk ekpresi dan kebudayaan serta membenarkan dan membolehkan,
kita lihat bagaimana gerakan orang-orang Quraisy ketika awal-awal da’wah ini
baru berkembang dan mereka tidak bisa membendung kemajuan dan perkembangan da’wah islam, baik
dengan ejekan, tekanan, penyiksaan dan yang mengandung arti menyakiti lalu apa
yang mereka lakukan ?
Imam Ath-Thobary dan Ibnu Katsir
meriwayatkan bahwa beberapa kaum Musyrik Makkah, termasuk Al-Walid bin Mugirah dan Al-Ash bin Wail datang
menemui Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, mereka menawarkan harta
kekayaan, wanita-wanita cantik, dan
kekuasaan kepada beliau dengan syarat beliau bersedia meninggalkan kecaman
terhadap Ilah-Ilah mereka, tentu saja tawaran itu di tolak dengan tegas oleh
beliau.
Dalam
riwayat lain Ibnu
Ishaq menuturkan
: “aku di beri tahu Yazid
bin Ziyad dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quroshy, dia
berkata: “suatu hari Uthbah
bin Robi’ah yang
termasuk pemuka Quraisy berada di tengah-tengan sekumpulan orang-orang Quraisy
sementara pada waktu yang sama Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sedang
duduk-duduk di Masdil Haram sendirian, lalu Uthbah
berkata:”Wahai
orang-orang Quraisy bagaimana jika kuhampiri Muhammad, berembug dengannya dan
kutawarkan satu dua hal, siapa tahu dia mau menerima sebagian di antaranya,
lalu kita berikan kepadanya apa yang dia maui dan dia tidak mengganggu kita
lagi?”.”Bagus wahai Abul
Walid,
hampirilah dan ajaklah dia berembung”. kata mereka.Maka Uthbah menghampiri
beliau dan duduk di hadapan beliau lalu berkata:”Wahai anak saudaraku engkau
termasuk golongan kami dari segi keluarga dan keturunan, aku juga tahu
kedudukanmu, engkau telah membawa satu urusan besar kepada kaummu yang dengan
urusan itu engkau memecah belah persatuan mereka, membodoh-bodohkan
harapan-harapan mereka, mencela sesembahan mereka, mengingkari siapa yang
termasuk dalam golongan leluhur mereka, sekarang dengarkanlah!!!aku akan
menawarkan beberapa hal kepadamu dan engkau bisa memikirkannya, siapa tahu
engkau mau menerima sebagian di antaranya”.Beliau sallallahu alaihi wasallam
bersabda:”Katakanlah wahai Abul
Walid biar ku
dengarkan!”maka dia berkata:”Wahai anak saudaraku! jika
engkau menginginkan harta kekayaan sebagai pengganti dari apa yang kau bawa
ini,maka kami siap menghimpun harta kami untuk di serahkan kepadamu, sehingga
engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami, jika engkau menginginkan
kedudukan , maka kami akan mengangkat mu sebagai pemimpin kami dan kami tidak
akan menyisakannya kepada selain dirimu, jika engkau menginginkan kerajaan,
maka kami akan mengangkatmu sebagai raja kami, jika engkau tertimpa penyakit
yang tidak bisa engkau obati sendiri maka kami akan carikan obat bagimu dan
kami juga siap mengeluarkan biaya hingga engkau sembuh, tentu mudah bagi kami,
pelayan-pelayan kami mencari seseorang yang bisa mengobati,dalam lafadz yang
lain di sebutkan: tatkala Uthbah
selesai
bicara dan Rasul sallallahu alaihi wasallam mendengarkannya maka beliau
bertanya: “apakah engkau sudah selesai bicara wahai Abul Walid ?”ya”
jawab Uthbah,
sekarang ganti dengarkan ucapkanku, maka beliau bersabda dengan membaca surat Fushshilat ayat 1-5 :
حم {1} تَنزِيلٌ مِّنَ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ {2} كِتَابٌ
فُصِّلَتْ ءَايَاتُهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لِّقَوْمٍ يَعْلَمُون َ {3} بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ
أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لاَيَسْمَعُونَ {4} وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ
مِّمَّا تَدْعُونَآ إِلَيْهِ وَفِي ءَاذَانِنَا وَقْرٌ وَمِن بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ
حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ {5}
Haa
Miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan
mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka
berkata:"Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru
kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan di antara kami dan kamu ada
dinding, maka bekerjalah kamu; sesungghnya kami bekerja (pula)". (QS. 41:1-5)
Beliau terus membaca dengan bertumpu pada kedua tangannya yang di
letakkan di belakang punggungnya,Uthbah mendengarkan dan menyimak
bacaan beliau hingga sampai ayat sajdah, lalu beliau sujud, kemudian beliau
bersabda:”Wahai Abul Walid engkau telah mendengarkan apa yang baru saja engkau
dengarkan setelah itu terserah padamu.(Rohikul makhtum:145-146).
Gagal
dengan bujukan itu para pemuka Quraisy pun sampai kepada satu bujukan yang
final: ”TOLERANSI” mereka
menawarkan kepada Rasulullah sallallahu
alai wasallam ”Bagaimana jika engkau menyembah Ilah-Ilah kami sehari dan
kami meyembah Ilah-Ilah kamu sehari (bergantian)?”.
Ibnu Jarir Ath Thobary menyebutkan
bahwa orang-orang musyrik menawarkan kepada Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam agar beliau menyembah sesembahan mereka selama setahun dan mereka
menyembah Raab beliua selama setahun kemudian, menurut Abdullah bin Humaid mereka berkata : “andaikan engkau mau
menerima sesembahan kami, kami pun mau
menerima sesembahan kamu”(Tafhimul
Qur’an:6/501).
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya, dia berkata: selagi
Rasulullah sallallahu alai wasallam sedang
thowaf di ka’bah beliau berpapasan dengan Al-Aswad bin Muthollib bin Asad bin Abdul Uzza dan Al
Walid bin Al Mugirah bin Kholaf dan Al-Ahs bin Wa’il As-Sahmy yang mereka ini adalah tetua kaumnya, mereka berkata: “Wahai
Muhammad, kesinilah! Kami mau menyembah apa yang kamu sembah sehingga kita bisa
saling bersekutu dalam masalah ini, jika apa yang engkau sembah ternyata lebih
baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas apa yang seharusnya
menjadi bagian kami, jika apa yang kami sembah ternyata lebih baik dari apa
yang engkau sembah maka engkau harus melepas bagianmu, lalu Allah menurunkan
surat Al-Kafirun :
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ {1} لآَأَعْبُدُ
مَاتَعْبُدُونَ {2} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {3} وَلآَأَنَا عَابِدُُ
مَّاعَبَدتُّمْ {4} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {5} لَكُمْ دِينُكُمْ
وَلِيَ دِينِ
(1)
Katakanlah:"Hai orang-orang kafir!"
(2) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (3) Dan kamu bukan penyembah
Ilah yang aku sembah (4) Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah (5) Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah Untukmulah
agamamu, dan untukkulah agamaku (QS. 109:1-6) (Rohikul
makhtum:117 dan Al-Qur’anul karim wabilhamisy zuhdatul tafsir:824).
Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan Rasulullah sallallahu
alahi wasallam agar tidak mengikuti kemauan mereka, seperti di sebutkan
dalam surat:Al-Qolam: 8-9 :
فَلاَ
تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ {8} وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
Maka janganlah kamu
ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan
supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (QS. 68:8-9)
Dalam ayat ini orang-orang musyrik siap meninggalkan sebagian dari
apa yang ada pada mereka dan begitu pula Nabi sallallahu alahi wasallam (Rohikul makhtum:117).
Ibnu Abbas berkata: jika kamu bersikap
lunak kepada mereka, maka mereka akan bersikap lunak pula kepada kamu.
Imam Mujahid berkata: Mereka akan
meninggalkan Ilah-Ilah mereka dan kamu juga hampir meninggalkan Al-Haq.(Tafsirul qur’anil adhim:4/365).
Ibnu Kutaibah berkata: mereka menginginkan
agar kamu menyembah Ilah-Ilah mereka beberapa waktu dan mereka akan menyembah
Allah beberapa waktu pula, (Fathul qodir:5/332).
Berangkat dari ayat ini “TOLERANSI” berarti Mudahanah,
para Ulama’sepakat atas ketidakbolehannya mengikuti kemauan mereka sebagaimana
riwayat di atas,misalkan mengikuti acara hari-hari besar mereka sebagaimana
firman Allah:
وَالَّذِينَ لاَيَشْهَدُونَ
الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya. (QS. 25:72)
Imam Mujahid dan Robi’ bin Anas dalam menafsiri
ayat ini:
وَالَّذِينَ لاَيَشْهَدُونَ
الزُّورَ
Ialah hari-hari besar oranf-orang musrik.
Qodhi Abu Ya’la berkata:di larangnya
mendatangi hari-hari besar mereka.
Adh-Dhohaq berkata: Perkataan kemusrikan.
Kita dilarang mengikuti hari-hari perayaan tersebut karena di
dalamnya banyak terdapat syubhat,syahwat dan kebathilan,tidak ada mamfaatnya
sama sekali terhadap Ad-Diin hanya kenikmatan yang sementara saja.(Iqthidho’Ibnu
Taimiyah:182-183).
Toleransi yang seperti inilah yang di inginkan oleh
orang-orang kafir terhadap Umat Islam,di
munculkannya saling menghormati,bergantian menyembah sesembahan masing-masing
,dll,yang sebenarnya sudah merusak Aqidah dan Ibadah Ummat Islam kalau
toleransi itu seperti itu(berma’na Mudahanah) ini adalah perkara yang
bertentangan dengan Islam,Aqidah dan Syareahnya serta Akhlaqnya,Islam tidak
mengizinkan Ummatnya berkompromi,berlunak-lunak dalam dalam perkara Aqidah atau
menampakkan persetujuannya terhadap kemaksiatan,kekafiran serta
kebiasaan-kebiasaan yang menjadi ciri khas mereka,dengan demikian jelaslah
bahwa toleransi yang belakangan ini (hari ini) adalah Toleransi yang berarti
Mudahanah.
Akan tetapi jika toleransi itu berma’na Tasamuh,maka tidak ada
aturan/norma-norma atau agama manapun yang lebih toleran dari pada Islam baik
terhadap pemeluknya sendiri,sebagaimana di sebutkan dalam Al-qur’an:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا
إِلاَّ وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya
(QS. 2:286)
Misalnya lagi dalam menjalankan sholat jika tidak bisa dengan
berdiri,maka diperbolehkan dengan duduk,jika tidak bisa dengan itu laksanakan
dengan berbaring atau sebisanya,Islam mengijinkan seorang muslim untuk menunda
shaumnya karena sakit atau safar,dalam masalah wudhu’ kalau tidak bisa
laksanakan dengan Tayammum,dll.
Sedangkan toleransi sesama muslim dalam Al-qur’an di sebutkan
antara lain:
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat
menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)
Dalam sebuah hadits di sebutkan bahwa hak seorang muslim terhadap
muslim yang lain ada enam antara lain : mengucapkan salam jika ia
berjumpa,mendo’akan jika ia bersin,menjengoknya jika ia sakit,mendatanginya jika
ia di undang,sebagaiman di larang merampas hak saudaranya,mengambil miliknya
tanpa seizin darinya hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah sangat toleran
terhadap sesama manusia.
Lalu bagaiman hubungannya dengan non muslim,Islam menganjurkan
kepada pemeluknya untuk bersikap dalam kehidupan yang sangat majemuk ini,sebenarnya
Islam boleh saja hidup dengan orang-orang non muslim namun kehidupan itu hanya
sebatas tingkat manusiawi saja tidak sampai pada tingkat peribadatan.
Sayyid Qutb berkata: Tasamuh(tenggang rasa) dinul Islam
terhadap ahli kitab merupakan satu permasalahan tersendiri dan pengangkatan
mereka sebagai pemimpin merupakan masalah lain laun lagi (Al-Wala’wal baro’:266).
Kita saksikan dalam sejarah betapa tingginya toleransi Islam dan
Ummatnya terhadap non muslim,sejak periode awal da’wah di Makkah Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam mendapat banyak tekanan baik fisik maupun mental (lihat
kasus seruan Rasul ketika di bukit Shofa)dari orang-orang quraisy,begitu pula
para shohabat beliau seperti (Ammar bin
Yasir dan Bilal bin Robah,dll),Rasul sudah mengajak mereka dengan cara yang
baik namun mereka mengimbanginya dengan permusuhan,sekalipun demikian kaum
muslimin tetap diperintahkan untuk menahan diri menghadapi kejelekan mereka, sikap toleran yang paling jelas ketika kembali
ke Makkah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam membawa 10000 pasukannya namun
Rasul dan para pasukannya menampakkan
sikap toleran yang sangat tinggi,pada hakekatnya orang-orang kafir dalam
keadaan takut dan kawatir bahkan punya perasaan bahwa rasul akan menghabisi
mereka sebagaimana mereka pada awalnya membunuh dan menyiksa para shohabat
Rasul namun sangkaan itu meleset,bahkan Rasul pada saat itu mengatakan “Pergilah
kalian,sesungguhnya kalian adalah bebas”.
Kita lihat lagi ketika di Madinah kekuasaan ada di tangan Rasullallah,namun
Rasul dan kaum muslimin tidak pernah menunjukkan sikap penindasan dan
kesewenag-wenangan terhadap mereka yang tetap berada dalam agama Yahudi,jumlah
kaum muslimin mayoritas ketika di Madinah,tapi orang-orang non muslim di
perlakukan secara terhormat,meskipun mereka minoritas,seperti di da’wahi sebelum di
perangi di sertai penjelasan tentang hakekat Islam,jika mereka menolak untuk
masuk Islam tidaklah di paksa untuk meninggalkan agamanya mamun di perintahkan
membayar jizyah kepada kaum muslimin sebagai jaminan mereka hidup di bawah
pemerintahan Islam,Allah berfirman:
لآَإِكْرَاهَ فِي الدِّين
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
(QS. 2:256)
Dalam ayat yang lain :
قَاتِلُوا الَّذِينَ
لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ
اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan
oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama
Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai
mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS.
9:29)
Di samping itu Islam menganjurkan untuk melindungi harta dan nyawa
mereka kecuali dengan alasan yang benar seperti : wanita,anak-anak,kaum lelaki
yang tua rentah,orang yang cacat fisik selama mereka tidak membantu peperangan
baik fisik,senjata,pendapat,pengarahan,pengobaran semangat,atau taktik,sebagaimana
firman-Nya:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ
مَاحَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَتَقْتُلُوا أُوْلاَدَكُم مِّنْ إِمْلاَقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَتَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا
وَمَابَطَنَ وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah:"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu
olwh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada
mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang
benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu
memahami(nya). (QS. 6:151)
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi sallallahu alaihi wasallam
melarang kaum muslimin membunuh wanita dan anak-anak(Bukhory & Muslim).
Di riwayatkan pula dari Nabi bahwa beliau pernah bersabda:”Berangkatlah kalian
dengan menyebut nama Allah,jangan membunuh lelaki yang tua rentah,anak kecil
dan wanita(Hr.Abu Daud).
Dari Ibnu Abbas dia berkata:Nabi pernah melewati mayat seorang
perempuan yang mati terbunuh pada perang khondak,lalu beliau bertanya:siapa
yang telah membunuh perempuan ini?saya ya..Rasulallah!sahut seseorang,kenapa?
Tanya beliau:orang tersebut menjawab:dia berusaha merebut gagang pedang
saya,mendengar jawaban tersebut beliau diam.
Wasiat Ibnul Khoththob kepada Salamah bin Qois:”Janganlah kalian
membunuh wanita,anak-anak,orang yang tua rentah/lanjut usia.
Sungguh golongan ahlu dzimmah hidup berabat-abat dalam naungan
Daulah Islamiyah bersama kaum muslimin dalam keadaan jiwa,kehormatan,dien,dan
mu’amalah mereka
aman,mereka menikmati kehidupan yang lapang dan tarikh belum pernah mencatat
bahwa mereka menghadapi kedholiman,penindasan atau gangguan dari orang Islam.Keadaan
mereka tidak seperti keadaan yang menimpa kaum muslimin di negeri-negeri Islam
yang di rampas oleh orang-orang kafir
dan di perintah oleh mereka,sebagaimana yang telah di perbuat oleh kaum Nasrani
ketika mengusai negeri Andalusia yang di rampas dari tangan kaum muslimin serta
memaksanya untuk meninggalkan Islam dan memeluk agama Nasroni dan siapa yang
menolak akan di bakar dalam tungku-tungku pembuatan roti…!begitulah sikap
orang non Islam jika seadaan mereka lebih dominan dari kaum muslimini (Al-Jihad
sabiluna:178).
Maraji’ :
1. Mushaf Al-Qur’an
2. Al-Muwalat wal-Mu’adat fis-Syari’ah al-Islamiyah.
3. Al-Wala’ wal-Baro’.
4. Al-Jihadu Sabiluna.
5. Sarh Aqidah
Thohawiyah.
6. Musnad Imam Ahmad.
7. Rohiqul Mahtum
edisi indonesia.
8. Minhajul Muslim.
9. Fathul Qodir.
10. Tafsir Al-Qur’anul Adhim.
11. Ad-Durul Mantsur.
12. Iqtidho’ shirothol
Mustaqim.
13. Munjid.
14. Lisanul Arob.
15. Wa Islama (kumpulan
buletin).
16. Majalah Ar-Risalah.
- Membenci
kekafiran mereka karena Allah sendiri membencinya,kita membencinya karena
Allah membenci terhadapnya.
3.
Tidak
menjadikan mereka sebagai wali-wali dan teman dekat, sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-Nya :
Janganlah orang-orang mu'min
mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah (QS. 3:28)