Label

Pengunjung

Selamat mendownload di situs penyedia layanan konten Islam terlengkap. | Apabila terdapat link yang rusak, bisa Anda laporkan di sini

TIDAK SEMUA KEBODOHAN ADALAH BENTUK UDZUR YANG SYAR’I


Oleh: AGUS TRIONO

Mukaddimah
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah kepada Nabi Nya Muhammad SAW. Perlu disadari bahwa hari dimana kita hidup sekarang ini telah semakin banyak kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Dan hal itu terjadi lantaran semakin jauhnya manusia dari ajaran Al Qur’an dan Sunah. Namun yang lebih menyakitkan lagi adalah mereka yang melakukan kemaksiatan dan kemungkaran selalu dan senantiasa berdalil atas nama kejahilan (kebodohan). Mereka selalu mengatakan: “ kami belum tahu tentang ini.” Benarkah kebodohan adalah standar yang mutlak atas diampuninya suatu dosa? Mudah-mudahan Allah memberikan kemampuan kepada penulis untuk sedikit mengurai benang kusut ini sebagai bentuk keikutsertaan (andil) untuk membenahi kerusakan umat pada hari ini. Amien…

Sekilas Tentang Jahl (kebodohan)
Dalam pembahasan pada makalah saya yang pertama telah saya sebutkan beberapa perkataan tentang makna “bodoh”, sehingga dalam pembahasan kali ini kiranya tidak perlu untuk dibahas kembali kecuali akan saya sebutkan salah satu dari pengertian-pengertian itu sebagai pengingat kita dalam pembahasan kali ini. Diantara pendapat yang paling mashur dalam pengertian Jahl adalah:
خلو النفس من العلم
“kosongnya seseorang dari ilmu pengetahuan”

Pembahasan dalam pembahasan ini ,ada beberapa keadaan yang mana jahl (bodoh) tidak bisa di gunakan dasar sebagai (udzur) oleh seseorang dalam melakukan aksi kemaksiatan atau kemungkaran :diantaranya adalah:

1. Tidak mau dalam menuntut ilmu, mencari tahu atau meneliti dan memahami apa-apa yang ada penjelasannya dalam Al qur’an dan As sunnah, ia tidak mau menyempatkan waktunya untuk mendatangi tempat-tempat ilmu, tidak punya semangat dan keteguhan hati. Barang siapa yang kebodohanya (dari) tidak mendapat ilmu dan peringatan-peringatan baik itu dari Alqur’an maupun Assunah di sebabkan keengganan dia dari menuntut ilmu, maka kebodohan itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa ia belum tahu. Kebodohanitu juga tidak akan bisa memberi syafaat baginya, tidak juga dari azab dan murka dari Allah SWT . Ia tetap akan bertanggungjawab atas semua yang telah ia kerjakan. hal ini sebagaimana yang telah Allah Firmankan:
فمن اظلم ممن كذ ب بايت الله وصدف عنها سنجزي الذ ين يصدفون عن ايا تنا سؤالعذا ب بما كانوايصد فون

‘maka siapakah yang lebih dzalim dari pada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari padanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada Orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka seallu berpaling.” (Al An’am:157). Firman Allahصد ف عنها            itu berpaling. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qotadah dan Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir di dalam tafsirnya mengatakan : “Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat-Nya, menutup-nutupi (tidak peduli), tidak mentadabburi serta tidak mau untuk berusaha tahu, yang kemudian (balik) beriman terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh kitab Allah, mempercayai kenabian Muhammad SAW serta mengimani apa-apa yang datang melalui lisannya.
Allah berfirman: “Dansiapakah yang lebih dzalim daripada oraang-orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannyalalu ia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?…”(Al kahfi 57)
Ibnu Katsir berkata:” Allah berfirman bahwa manusiamanakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang telah diperingatkan denagn ayat-ayat Allah lalu ia berpaling, yakni melupakan, menolak, serta tidak maui mendengarkan.
Dan masih banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkkan bahwa bodoh yang disebabkan karena kedzaliman dan kesombonga mereka, tidaklah menjadi udzur (alasan) yang syar’I, bahkan inilah jenis kedzaliman yang besar yang dikerjakan oleh manusia, maka pantaslah ia mendapatkan laknat dan murka dari Allah.

2. Barang siapa yang kebodohannya tersebut disebabkan oleh taqlid (fanatik) mereka kepada nenek moyang dan pendahulu mereka.Padahal ia mampu ubtuk mencari pengetahuan dan kebenaran, teeapi ia tetap tunduk dan patuh kepada nenek moyang dan para pemimpin umat yang zalim. Maka kebodohan yang disebabkan ole hal itu tidaklah dimaafkan oleh syariat. Firman Allah:
يوم تقلب وجو ههم فالنار يقولون باياتنا اطعنا الله والرسولا  وقالوا ربنا انا اطعنا ساد تنا وكبرانا فاضلونا السبيلا

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, maka mereka berkata: “ alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.” Dan mereka berkata:” Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).”(Al Ahzab 66-67)
ibnul Qoyim –rahimahullah- memberi komentar : “kelompok muqolidin (fanatik), orang-oarang kafir yang bodoh, pengikut-pengikutnya, cecunguk-cecunguk mereka yang selalu mengikut kepada mereka berkata: “ Sesungguhnya kami dapati bapak-bapak kamidemikian (mengikuti moyang kami dalam kezaliman ) dan kami juga mengambil teladan mereka.” Dengan demikian mereka telah keluar/meninggalkan (orang-orang) islam yang tidak memerangu meerek, seperti halnya kaum wanita muharibin (orang-orang yang memerangi), pembantu-pembantu dan pengikut-pengikut mereka yang tidak ikut bersusah payah sebagaimana bersusahpayahnya (orang-orang) kafir dalam rangka mematikan dan memadamkan cahayadari agama Allah. Akan tetapi mereka (orang-orang yang taqlid) adalah seperti binatang adanya. Dan para ulama’ telah sepakat bahwa kelompok ini (pen-taqlid) telah kafir meskipun mereka ini orang-orang bodoh yang hanya mengikut kepada pemimpin-pemimpin mereka. Kecuali apa yang telah dikatakan oleh ahli bid’ah, bahwamereka tidaklah dihukumi kafir dan tidak akan dihukumi sabagai penghuni neraka, akan tetapi mereka ini hanyalah seperti orang-orang yang belum mendapatkan –dakwah- pengetahuan tentang islam. Ini adalah pendapat yang tidak didapatkan pada generasiawal ataupun setelahnya, akan tetapi pendapat ini didapat dari ahlu kalam yang mengada-ada dalam islam.
Maka hukum akhir dari golongan ini adalah kafir yang tidak menentang, namun tidak menentangnya mereka inipun tidak mengeluarkan mereka dari garis kekafiran. Karena kafir itu adalah siapa saja yang menentang Allah dan mendustai Rasul-Nya baik dengan penentangan yang nyata, bodoh, taqlid (ikut0 kepada orang-orang yang kafir kepada Allah dengan cara penentangan. Jadi meskipun mereka itu tidak termasuk orang-orang yang menentang, akan tetapi ia itu taqlid (ikut) kepadanya. Maka berlakulahbagi merekaitu firman Allah:
ربنا هؤلاء ا ضلونا فا تهم عذا با ضعفا من النار قا ل لكل ضعف ولكن لا تعلمو ن
“Ya Tuhan kami,mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkan kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.” Allah berfirman:” masing-masing nendapat (siksaan), yang berlipat ganda,akan tetapi kamu tidak mengetahui.”(Al a’rof 38)
Di dalam ayat lain dikatakan: firman Allah:” dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkatakepada orang-orang yang membanggakan diri,:” Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikut kamu maka dapatlah kamu menghindarkan kami dari sebagian dari azab api neraka?” Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: “ sesungghnya kita semua sama-sama dalam neraka karena sesungguhnya Allah SWT telah memutuskan ketetapan antara hamba-hamba-Nya.”(Alo mukminun 47-48)
Ini adalah pengabaran dari Allah bahwa orang yang taqlid (mengikut)itu sama-sama menanggung siksa, dan kebodohan mereka lantaran taqlid tidak bisa bermanfaat baginya.

3. jika kebodohan itu timbul karena prasangkanya bahwa dia ada di atas kebenaran. Sehingga hal itu menjadikannyaenggan untuk mencari ilmu dan kebenaran dari orang lain. Maka kebodohan yang semacam inipuntidak dimaafkan oleh syar’i. Dan prasangka –bahwa ia berada di jalan yang benar- itupun tidak bisa memberi manfaat dihadapan Allah. Frman Allah:
واذا قيل لهم لا تفسد وا فالا رض  قا لوا انما نحن مجلصون الا انهم هم المفسدون ولكن لا تشعرون
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, se4sungguhnya mereka itulah orang-orang yang berbuat kerusakan,tetapi mereka tidak sadar.”(Al Baqoroh 11-12)
Al Alusi di dalam tafsirnya berkata:” hal itu bukan berarti bahwa Allah tidak mencela orang-orang yang berbuat kerusakan tanpa ilmu, akan tatapi celaan itu ada;lah bagi mereka yang berbuat kerusakan atas dasar ilmu, dan orng yang menganggap remeh padahal ia punya pengetahuan tentang itu adalah tercelatanpa adanya keraguan, bahwa ia adalah sejelek-jelek manusia.”
Asy Syankithy berkata:” Nas-nas di dalam Al Quran ini menunjukkan bahwa prasangka orang-orang kafir bahwa mereka di atas jalan yang benar adalah dsalah, karena dalil-dall yang dibawa oleh Rasul- rasul itu tidaklah mungkin tercampuri dengan subhat. Akan tetapi karena kefaqnatikan orang-orang kafir kepada kekafirannya itu menjadikan dalil-dalil dari Al Qur’an ibarat matahari (jelas) bagi mereka, sehingga karena tidak ada lagi uzur bagi mereka.”

4. Jika kebodohan itu disebabkan oleh kesombongan dan penolakan mereka. Maka kebodohan ia itu tidak akan menjadikan ia selamat dari siksa Allah. Seperti dalam firman Allah:
 واذا تتلى عليه اياتنا ولى مستكبرا كانلم يسمعها كان في اذ نيه وقرا فبشره بعذاب اليم
“ Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan dia sumbatkan di kedua telinganya, maka beri kabar gembira kepadanya denag azab yang pedih.” (Lukman : 7).
Jadi meskipun mereka mendenagr, tetapi laqntaran kesombongannya itu maka ia tidak mendengarkan hal itu dalam rangka ketaatan dan keimanan.
Ibnu Jarir mengatakan ولى مستكبرا adalah membelakanginya, sombong dan menolak untuk mendengarkannya.

5. Jika kebodohan itu disebabkan kerasnya hati mereka. Sehinggadengan begitu ia enggan untuk mencari ilmu yang bermanfaat, atau memfikirkan ayat-ayat Allah. Maka mana mungkin Jahl (kebodohan) semacam ini bisa diterima (ditoleransi)??
Firman Allah:
فويل للقا سية قلو بهم من ذ كر الله اولئك في ضلا ل مبين
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Az Zumzr 22)

Penutup
segala puji bagi Allah yang telah memberi kemampuan kepada penulis untuk menyelesaiakan makalah ini. Dan hanya kritik dan saranlah yang kami harapkan agar kesalahan dan kekeliruan pada diri penulis bisa dipertanggung jawabkan. Amien.

Daftar pustaka
1. Al Qur’anul Karim
2. lisanul Arab
3. Jami’ul Bayan
4. Tafsi Ibnu Katsir
5. Thorikul Hijrotaini
6. Ruhul Ma’ani

Testimoni