Label

Pengunjung

Selamat mendownload di situs penyedia layanan konten Islam terlengkap. | Apabila terdapat link yang rusak, bisa Anda laporkan di sini

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Disihir




Allah menguji para Rasul-Nya dengan berbagai macam ujian. Dengan ujian inilah semakin berlipat ganda ganjarannya, bertambah agung balasanNya. Alla telah menguji para Rasul-Nya dengan kedustaan kaumnya, melancarkan gangguan dan macam-macam gangguan lainnya, di antara para Rasul ada yang diuji dengan penyakit. Dan diantara ujian yang mengganggu  Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, ialah sihir yang menimpanya. Sebagaimana hadits di bawah ini, yaitu:

5321 - حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا فَعَلَهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَهُوَ عِنْدِي لَكِنَّهُ دَعَا وَدَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ فَقَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعِ نَخْلَةٍ ذَكَرٍ قَالَ وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ كَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ أَوْ كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ. قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا اسْتَخْرَجْتَهُ قَالَ قَدْ عَافَانِي اللَّهُ فَكَرِهْتُ أَنْ أُثَوِّرَ عَلَى النَّاسِ فِيهِ شَرًّا فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ تَابَعَهُ أَبُو أُسَامَةَ وَأَبُو ضَمْرَةَ وَابْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ هِشَامٍ وَقَالَ اللَّيْثُ وَابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ هِشَامٍ فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ يُقَالُ الْمُشَاطَةُ مَا يَخْرُجُ مِنْ الشَّعَرِ إِذَا مُشِطَ وَالْمُشَاقَةُ مِنْ مُشَاقَةِ الْكَتَّانِ ))    . صحيح البخاري - (ج 18 / ص 53) ((

          Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata: telah disihir Rasulullah shallahu ‘Alaihi wasallam oleh seorang lelaki dari Banu Zuraiq yang bernama Labid bin Al-A’sham, hingga terbayangkan oleh Rasulullah bahwa ia melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, hingga pada suatu hari (atau pada suatu malam) beliau berada di sisiku tetapi beliau terus berdo’a dan berdo’a kemudian berkata: “Wahai Aisyah apakah kamu merasakan bahwa Allah telah memberikan fatwa tentang apa yang aku mintakan fatwa kepada-Nya? Telah datang kepadaku dua orang lelaki kemudian salah seorang duduk di sisi kepalaku  dan yang satu lagi duduk di sisi kakiku, lalu salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya: “Sakit apa orang ini?” temannya berkata: “Disihir.” Ia bertanya: “Siapa yang menyihirnya?” temannya menjawab: “Labid bin Al-A’sham.” Ia bertanya “Pada apa ia berada?” temannya berkata: “Pada sihir rambut, dan kulit serbuk sari kurma jantan.” Ia bertanya: “Dimana ia berada?” temannya menjawab: “Di sumur Dzarwan.” Kemudian Rasulullah mendatanginya bersama sejumlah sahabatnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘Alaihi wasallam datang seraya berkata: “Wahai Aisyah, airnya seperti celupan daun Hinna’ (berwarna merah) dan kepala kurmanya seperti kepala syetan.”[1]

Argumentasi orang-orang yang menyanggah hadits ini
            Sebagian ulama’ mengingkari hadits ini mereka menolaknya habis-habisan dengan tuduhan kontroversial dengan kitabullah yang telah mensucikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dari sihir.
            Di antara ulama’ tersebut adalah imam Al-Jashshosh, dengan komentar beliau: “Banyak orang beranggapan bahwa Nabi pernah disihir dan sihir mempengaruhi beliau, sampai mereka mengutip demikian; “Terbayang bagiku (Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam) aku mengucapkan sesuatu dan mengerjakannya. Dan bahwasanya seorang wanita yahudi telah menyihir beliau dengan mayang kurma kering dan sisir serta rambut hasil penyisiran, lalu Nabi didatangi oleh Jibril ‘Alihis Salam dan mengabarkan beliau bahwasanya wanita penyihir menyihirnya dengan mayang kurma kering dan diletakkan di dasar sumur. Lalu mengeluarkannya maka hilanglah sihir tersebut dari Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam Al-Jashshosh meneruskan; padahal Allah Ta’ala telah mendustakan pengakuan orang-orang zhalim terhadap diri Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam yang disitir dengan firmanNya:
Orang-orang zhalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang terkena sihir".

            Beliau meneruskan; berita Nabi tersihir semacam ini adalah di antara kepalsuan orang-orang Atheis untuk mempermainkan orang-orang awwam yang lugu, dengan niat untuk mengajak mereka memusnahkan mu’jizat para Nabi ‘Alaihimus Salam dan mencampakkannya.[2]
            Abu Bakar al-Ashom mengatakan; hadits tentang tersihirnya Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa sallam adalah matruk (ditinggal) sebab konsekuensinya membenarkan ucapan seorang kafir bahwasanya beliau adalah seorang yang terkena sihir, dan kontroversial dengan nash al-Qur'an mendustakan mereka. Dan Imam ar-Rozi mengutip dari al-Qhodi; riwayat ini batil, bagaimana mungkin benar karena Allah telah berfirman: "Allah memelihara kamu dari gangguan manusia." Dan berfirman: "Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang."
            Juga karena dengan membenarkannya, berarti telah mencatat Nubuwwah, juga berarti telah mengganggu semua para Nabi dan Sholihin, dan bisa jadi mereka telah menjadikan dirinya raja agung. Ini semua adalah bathil belaka. Orang-orang kuffar menelanjangi Nabi bahwasanya beliau tersihir, jika kejadiannya ini benar adanya, tentu kosekuansinya orang kuffar benar dalam dalam dakwanya, dan jadilah Nabi mempunyai 'Aib, dan telah sama-sama kita mengerti bahwasanya tak mungkin Nabi mempunyai 'Aib.[3]

Syaikh Jamaluddin al-Qosimi mengatakan:
            Tak aneh jika berita ini tidak diterima, sebab juga cukup terang, sekalipun riwayat ini terdapat dalam kitab-kitab shahih, yang demikian karena kitab-kitab shahih, juga tidak pernah terlepas dari kekurangan dan kritik baik dari sisi sanad (jalur periwayatan) maupun makna sebagaimana diketahui oleh para pakar ilmu. Disamping banyak polemik tentang khabar "Ahad" semenjak masa sahabat.[4]

Syaikh Muhammad 'Abduh mengatakan:
            Mereka mendudukkan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tersihir oleh Lubaid bin al-A'shom dan sihirnya mempengaruhi beliau, sehingga seolah-olah terbayang oleh beliau bahwasanya beliau mengerjakan sesuatu padahal beliau tidak mengerjakannya, atau melakukan sesuatu padahal tidak melakukannya. Dan Allah lalu mengabarkan, dan dikeluarkanlah pekakas-perkakas sihir dari dalam sumur, dan sembuhlah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari sihir yang menimpanya. Bukanlah sihir yang memberi pengaruh penyakit dalam badan atau hanya sihir yang hanya sekedar menjadikan lupa atau lengah dalam perkara-perkara biasa, tetapi sihir yang menyentuh akal dan mengambil roh.
Kemudian beliau mengatakan:
            Jika ini benar, tentu konsekuensinya ia telah membenarkan perkataan orang zhalim dari orang musyrikin yang mengatakan tentang beliau:
     Orang-orang zhalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang terkena sihir".
            Dan tidaklah pengertian orang yang disihir menurut mereka kecuali kontaminasi dalam akal beliau sehingga terbayang oleh beliau seolah-olah diberi wahyu padahal tidak.

            Pendapat ini didukung oleh banyak muqollidin (pengekor) yang mereka tidak mengetahui apa sebenarnya "Nubuwwah" juga tidak mengerti seluk beluk nubuwwah, juga tidak mengerti bahwasanya berita pengaruh adalah benar adanya dan wajib diyakini, dan tidak membenakannya termasuk bagian mengingkari sihir.
            Kami simpulkan garis besar pemikiran orang-orang yang menolak Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa sallam tersihir dalam point-point sebagai berikut:
  1. Mereka mengklaim bahwasanya hadits ini bathil, dan merupakan kepalsuan orang-orang atheis.
  2. Mereka mengklaim bahwasanya hadits ini cacat dalam sanadnya.
  3. Mereka mengklaim bahwasanya hadits ini membenarkan mendorong kedudukan nubuwwah dan meniadakan 'Ishmah (kenihilan dosa) Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi wa Sallam, dengan dalih sekiranya terbayang bagi beliau mengerjakan sesuatu padahal tidak bisa, jadi terbayang oleh beliau diberi wahyu padahal tidak, atau bisa jadi beliau menyampaikan sebuah wahyu padahal sebenarnya tidak diwahyukan.
  4. Mereka mengklaim bahwasanya hadits ini hadits Ahad, padahal hadits ahad berisikan tentang hal yang masih prasangka (zhon) tidak berisikan kandungan kepastian (yakin), karenanya tidak dibenarkan berargumentasi dengan hadits ahad.
  5. Mereka mengklaim bahwasanya sihir adalah perbuatan setan sementara setan tidak bisa menguasai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Nabi-nabi-Nya seperti difirmankanNya: "Siapa bilang
  6. Mereka mengklaim bahwasanya; hadits ini sama artinya membenarkan orang-orang zholim (orang-orang musyrik) yang menuduh bahwasanya rasul tersihir;
     Orang-orang zhalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang terkena sihir".

Sanggahan terhadap orang-orang yang menyanggah hadits ini
Keraguan Dan Jawabannya
Al-Marazi Rahimahullah berkata: “Para ahli bid’ah menolak hadits ini kerena dinilai menjatuhkan martabat kenabian dan menimbulkan keraguan terhadapnya, bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap syari’at. Mereka berkata: “Barang kali ketika itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam hanya terbayangkan bahwa Jibril datang padahal tidak dan terbayangkan diturunkan wahyu padahal tidak.”
            Al-Marazi berkata: “Apa yang mereka katakan tersebut tidak benar, karena dalil risalah yaitu mu’jizat membuktikan kejujuran Nabi dan kema’shumannya dalam menyampaikan wahyu dari Allah. Membolehkan apa yang kebalikannya dinyatakan oleh dalil adalah bathil.”[5]
            Abu Al-Jakni Al-Yusufi berkata: “Terjadinya penyakit pada diri Nabi dengan sebab sihir tidak akan menimbulkan cacat bagi martabat kenabiannya, karena penyakit yang tidak mengurangi martabatnya di dunia tersebut juga terjadi pada para Nabi bahkan akan meninggikan derajat mereka di akhirat. Karena itu jika Nabi disebabkan oleh penyakit sihir kemudian terbayangkan bahwa ia melakukan sesuatu dari perkara dunia padahal tidak melakukannya kemudian hal tersebut sembuh secara total setelah diberitahukan oleh Allah akan tempat sihir tersebut lalu sihir tersebut dikeluarkannya dan ditanamnya, maka hal ini tidak akan mengurangi martabat kerasulannya, karena ia merupakan penyakit biasa sebagaimana semua penyakit lainnya.
            Sihir tersebut tidak mengenai akalnya tetapi hanya mengenai jasadnya seperti penglihatannya sehingga kadang-kadang membayangkan telah menyentuh isterinya padahal tidak melakukannya. Ketika sedang sakit, hal ini tidaklah berbahaya.
            Abu Al-Jakni berkata: “Sungguh aneh orang yang menganggap bahwa penyakit yang menimpa Nabi akibat sihir ini sebagai mengurangi martabat kerasulannya, padahal di dalam Al-Qur’an secara jelas hal serupa juga terjadi pada kisah Nabi Musa ‘Alaihis-Salam menghadapi para tukang sihir Fir’aun, sehingga Nabi Musa, akibat sihir yang mereka lakukan terbayang bahwa tongkat mereka menjadi ular yang bergerak kemudian Allah meneguhkannya. Firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala:

68. Kami berkata: "Janganlah kamu takut, Sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).
69. Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang".
70. Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: "Kami Telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa".  (Thaaha: 68-70)

Diantara Ahli ilmu dan kaum bijak bestari tak seorangpun yang mengatakan bahwa terbayangnya Nabi Musa akan bergeraknya tongkat para tukang sihir itu merupakan cacat yang mengurangi martabat kerasulannya. Bahkan terjadinya hal seperti ini pada para Nabi ‘Alaihis Salam akan menambah kekuatan iman mereka karena Allah segera memberikan pertolonganNya kepada mereka  dan menurunkan hal-hal luar biasa kepada mereka dengan berbagai mu’jizat yang mencengangkan, mengalahkan para tukang sihir dan kaum kafir, dan pada akhirnya menjadikan kemenangan bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai ayat suci Al-Qur’an.”[6]



الفصل الخامس: هل النبي n سحر؟

والجواب: نعم سحر النبي n. وإن قال قائل ألا يؤثر ذلك في مقام النبوة والجواب هو أن السحر الذي أصيب بالنبي n إنما كان متسلطا على جسده وظواهر جوارحه كما هو معروف لا على عقله وقلبه واعتقاده فمعاناته من أثاره كمعانعته من آثار أي مرض من الأمراض التي يتعرض لها الجسم البشرى لأي كان ومعلوم أن عصمة الرسول n لا تستلزم سلامته من الأمراض والأعراض البشرية المختلفة.[7]
قال القاضي عياض: وأما ما جاء في الحديث من أنه n كان يخيل إليه أنه يفعل الشيء وهو لا يفعله فليس في هذا ما يدخل عليه n داخلة نقص أو عيب في شيء من تبليغه أو شريعته لقيام الدليل والإجماع على عصمته من هذا فيما يجوز طرؤه من أمور الدنيا التي لم يبعث بسببها ولا فضل من أجلها. وهو فيها عرضة للآفات كسائر البشر فغير بعيد أن يخيل إليه من أمورها ما لا حقيقة له ثم ينجلى عنه كما حصل.[8]




المبحث الأول: أنكر طائفة من إصابة النبي n السحر

ولقد أنكر طائفة من الناس إصابة النبي n بالسحر، وطعنوا في حديث عائشة وردوه، واستندوا في ذلك على الأمور الآتية:
1.          أن هشام بن عروة الذي روى الحديث عن أبيه عن عائشة قد غلط في روايته، واشتبه عليه الأمر، ونسب إلى النبي n من، صابته بالسحر وتأثره به بما لم يكن له شيء.
ويقول القاسمي: ولا غرابة في أن لا يقبل هذا الخبر لما برهن عليه، وإن كان مخرجا في الصحاح، وذلك ليس كل مخرج فيها سالما من النقد، سندا أو معنى، كما يعرفه الراسخون.
2.          أنه لو جوزنا إصابة النبي n بالسحر وتأثيره فيه، أدى هذا إلى إبطال معجزات الأنبياء، ولما فرق بينها وبين فعل السحرة وأنها حميعها من نوع واحد.
3.          إن تصديق بإصابته n بالسحر وتأثيره فيه، هوتصديق لقول الكفار: )إن تتبعون إلا رجلا مسحورا( [الفرقان: 8]، وقول قوم صالح له: )إنما أنت من المسحرين( [الشعراء: 153]، وقول قوم شعيب له: )إنما أنت من المسحرين( [الشعراء: 185].
قال أبو بكر الأصم: إن حديث سحره n المروي هنا متروك لما يلزمه من صدق قول الكفرة: إنه مسحور، وهو مخالف لنص القرآن، حيث أكذبهم الله فيه. وقال أبو بكر الجصاص: والعجب ممن يجمع بين تصديق الأنبياء وإثبات معجزاتهم، وبين التصديق بمثل هذا من فعل السحرة مع قوله تعالى: )ولا يفلح الساحر حيث أتى( [طه: 69]، فصدق هؤلاء من كذبه وأخبر ببطلان دعواه ونتخاله.
4.          إن الأنبياء لا يجوز عليهم أن يسحروا، لأن ذلك ينافي حماية الله لهم وعصمتهم من الشياطين، فكيف يصل السحر إلى النبي n مع خياطة الله تعالى له وتسديده إياه بملائكته، وصونه الوحي عن الشيطان؟ والله تعالى يقول في القرآن: )لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه( [فصلت: 43]، ويقول تعالى: )عالم الغيب فلا يظهر على غيبه أحدا. إلا من ارتضى من رسول فإنه يسلك من بين يديه ومن خلفه رصدا( [الجن: 26، 27]

المبحث الثاني: الرد على من أنكر إصابة النبي n السحر

والحقيقة أن هذه الطعون لا تقوم في رد حديث عائشة، ونفي إصابة النبي n بالسحر، ولذا فإنه يجاب على استدلالات أولئك وطعونهم بما يأتي:
1.          أن هشام بن عروة الذي طعنوا فيه، هو من أوثق الناس وأعلمهم، ولم يقدح فيه أحد بما يوجب رد حديثه، بل قال عنه ابن سعد: كان ثقة ثبتا كثير الحديث، حجة. وقال وهيب بن خالد بن عجلان الكرابيسي: قدم علينا هشام بن عروة، فكان مثل الحسن، وابن سرين. وقال أبو حاتم الرازي: ثقة، وإمام في الحديث. وقال يحي بن معين وجماعة: ثقة. وقال الذهبي: هشام لم يختلط قط، هذا أمر مقطوع به، وحديثه محتج به في الموطأ والصحاح والسنن. وذكر ابن حبان في الثقات وقال: كان متقنا ورعا فاضلا.[9]
2.          إن حديث عائشة اتفق عليه البخاري ومسلم في صحيحهما، وهما أصح كتب السنة، فالحديث صحيح بإجماع المحدثين، ولم يطعن فيه بكلمة واحدة، يقول ابن القيم عن حديث عائشة: وقد اتفق أصحاب الصحيحين على تصحيح هذا الحديث، ولم يتكلم فيه أحد من أهل الحديث بكلمة واحدة، والقصة مشهورة عند أهل التفسير والسنن والحديث والتاريخ والفقهاء، وهم أعلم بأحوال رسول الله n وأيامه من المتكلمين.
وقال محمد الجكني اليوسفي بعد أن ذكر مضمون كلام الجصاص: هو كلام من لم يحقق في هذه المسألة، ولم يشم رائحة علم الحديث، لأن الحديث إذا اتفق عليه الشيخان صار له حكم المتواتر، كما صرح به الحافظ ابن الصلاح وغيره من الحفاظ كالحافز العراقي، وابن دقيق العيد، والحافظ ابن حجر، والمحقق العلامة العيني، والجلال السيوطي والقسطلاني وغيرهم ... قال: فالمسألة ليست كما زعم، الحديث صحيح بإجماع المحدثين.
3.          وأما قولكم: بأنه لو جوزنا إصابة النبي n بالسحر وتأثيره فيه لأدى هذا إلى إبطال المعجزات، ولما فرق بينها وبين فعل السحرة. فنقول: إن هذا القول صحيح إذا لم تعرف الضوابط التي يفرق بها بين المعجزة والسحر، أما وقد فرق أهل العلم بينهما بضوابط تبين حقيقة كل منهما وتحدد مفهومه بما يمنع دخول الآخر قي معناه، فإنه لا يستقيم قولكم هذا.
4.          إن ما استدللتم به من أن تصديق إصابة النبي n بالسحر وتأثيره فيه، يلزم منه بصديق قول الكافرين: )إن تتبعون إلا رجلا مسحورا( [الإسراء: 47]، فنقول: إن المراد من قولهم "مسحورا" أي مجنونا، حيث شبهوا أقواله وما جاء به n عن ربه تعالى بمن أصيب بالسحر فخبل السحر عقله، يقول ابن عطية: فشبهوا الخبال الذي عنده بزعمهم، وأقواله الوخيمة برأيهم، بما يكون من المسحور الذي قد خبل السحر عقله، وأفسد كلامه، وتكون الآية على هذا شبيهة بقول بعضهم: )به جنة( [المؤمنون : 25] ونحو هذا.
ثم إن قول الكافرين: )إن تتبعون إلا رجلا مسحورا ([الإسراء: 47]، كان قبل قصة سحر اليهود للنبي n الذي مرض بسببه، فلا منافاة حينئذ بين هذه الآية وبين سحر اليهود له n.
5.          أما قولكم: إن سحر الأنبياء يناقي حماية الله تعالى لهم، فنقول: إن حماية الله تعالى لأنبيائه لا تمنع ابتلاءهم بما يرفع درجاتهم ومنازلهم عند ربهم –جل وعلا-، فقد ابتلى الله تعالى نبيه أيوب حتى نادى ربه تعالى بقوله: )أنى مسني الشيطان بنصب وعذاب( [ص : 41]، وابتلى موسى بفرعون وسحرته حتى أوجس في نفسه خيفة، وابتلى نبيه عيسى باليهود حتى أرادوا قتله، بل إن الله تعالى يقول في كتابه الكريم: )وما أرسلنا من قبلك من رسول ولا نبي إلا إذا تمنى ألقى الشيطان في أمنيته ...( [الحج : 52]، بمعنى إذا تلى ألقى الشيطان في تلاوته. فليس ببدع إذا يبتلي الله نبينا n بسحر اليهود له وتربصهم الشر به، يقول أبو محمد بن قتيبة: فإن كانوا إنما أنكروا ذلك، لأن الله تعالى لا يجعل للشيطان على النبي n سبيلا ولا على الأنبياء، فقد قرأوا في كتاب الله تعالى: )وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلا نَبِيٍّ إِلاّ إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ( [الحج : 52] ... ثم قال: غير أنه لا يقدر –الشيطان- أن يزيد فيه أو ينقص منه، أما تسمعه بقول: )فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ( [الحج : 52] أي يبطل ما ألقاه الشيطان، ثم قال: )لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ( [الحج : 53] وكذلك قوله في القرآن: )لاَ يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ( [فصلت: 42] أي: لا يقدر الشيطان أن يزيد فيه أولا ولا آخر.
ثم إذا سحر اليهود للنبي لا يبلغ إلى الإخلال بالوحي والشرع وتبليغ الرسالة، فالله قد حفظ دينه من الفساد والتبديل، قال القاضي عياض: السحر مرض من الأمراض، وعارض من العلل يجوز عليه n كأنواع الأمراض مما لاينكر ولا يقدح في نبوته، وأما ما ورد أنه كان يخيل إليه أنه كان يفعل الشيء ولا يفعله، فليس في هذا ما يدخل عليه داخلة في شيء من تبليغه أو شريعته أو يقدح في صدقة، لقيام الدليل والإجماع على عصمته من هذا.
قال الخطابي: فأما ما زعموا من دخول الضرر في الشرع بإثباته -أي السحر- فليس كذلك، لأن السحر إنما يعمل في أبدانهم –يعني الأنبياء- وهم بشر، يجوز عليهم من العلل والأمراض ما يجوز على غيرهم، وليس تأثير السحر في أبدانهم بأكثر من القتل، وتأثير السم وعوارض الأسقام فيهم، وقد قتل زكريا وابنه، وسم نبينا n بخيبر، فأما أمر الدين، فإنهم معصومون فيما بعثهم الله، وأرصدهم له، وهو حافظ لدينه، وحارس لوحيه أن يلحقه فساد أو تبديل ... قال: فلا ضرر إذا يلحقه فيما لحقه من السحر على نبوته وشريعته، والحمد لله على ذلك.[10]
ونقل النووي عن المازري أنضا أن بعض المبتدعة أنكر حديث الصحيحين في أنه n سحر برغم أنه يحط من منصب النبوة ويشكل فيها وأن تجويزه يمنع الشقة بالشرع.
وهو الذي قالوه باطل لأن الدلائل القطعية قد قامت على صدقة n وصحته وعصمته فيما يتعلق بالتبليغ لا فيها يتعلق بمرضه وابتلائه وغير ذلك من أمور الدنيا مما يبتلى به الله أنبياءه والصالحين من عباده والمعجزة شاهدة بذلك، بخلاف ما يتعلق ببعض أمور الدنيا التي لم يبعث بسببها، ولا كان مفضلا من أجلها وهو ما يعرض للبشر، وإذا كان الأمر كذلك فغير بعيد أن يخيل إليه n من أمور الدنيا ما لا حقيقته له، وقد قيل أنه إنما كان يخيل إليه أنه وطىء زوجاته وليس بواطىء، وقد يتخيل الإنسان مثل هذا في المنام فلا يبعد تخيله في اليقظة ولا حقيقة له، وقيل أنه يخيل إليه فعله وما فعله ولكن يعتقد صحة ما يتخيله.[11]
فقد حفظ الله تبارك وتعالى دينه وصان شرعه من الزيادة والنقص، فلم يؤثر سحر اليهود للنبي على الشرع وتبليغ الرسالة، وإنما كان أثر السحر على ظاهره وجوارحه لا على قلبه واعتقاده، يقول القاضي عياض بعد أن ذكر الروايات في سحره n: فقد استبان لك من مضمون هذه الروايات أن السحر إنما تسلط على ظاهره وجوارحه، لا على قلبه واعتقاده وعقله، وأنه إنما أثر في بصره، وحبسه عن وطء نسائه وطعامه، وأضعف جسمه وأمرضه.[12]
وعلى كل حال فهو n معصوم بالإجماع من كل ما يؤثر خللاً في التبليغ والتشريع. وأما بالنسبة إلى الأعراض البشرية: كأنواع الأمراض والآلام، ونحو ذلك فالأنبياء صلوات الله وسلامه عليهم يعتريهم من ذلك ما يعتري البشر. لأنهم بشر كما قال تعالى عنهم: )إِن نَّحْنُ إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ ولكن اللهَ يَمُنُّ عَلى مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ( [إبراهيم: 11] ونحو ذلك من الآيات.
وأما قوله تعالى: )إِذْ يَقُولُ الظالِموْنَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلاَّ رَجُلاً مَّسْحُورًا( [الإسراء: 47] فمعناه أنهم يزعمون أنه n مسحور أو مطبوب، قد خبله السحر فاختلط عقله فالتبس عليه أمره. يقولون ذلك لينفروا الناس عنه. وقال مجاهد: «مسحوراً» أي مخدوعاً. مثل قوله )فأنى تُسْحَرُونَ( أي من أين تخدعون. ومعنى هذا راجع إلى ما قبله. لأن المخدوع مغلوب في عقله. وقال أبو عبيدة )مَّسْحُورًا( معناه أن له سحراً أي رئة فهو لا يستغني عن الطعام والشراب، فهو مثلكم وليس بملك. كقولهم )وقالوا مَال هذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِى فِى الاٌّسْوَاقِ( [الفرقان: 7]، وقوله عن الكفار )مَاهذَا إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَراً مِّثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذاً لخاَسِرُونَ( [المؤمنون: 33-34] ونحو ذلك من الآيات. ويقال لكل من أكل أو شرب من آدمي أو غيره: مسحور ومسحر.[13]
وبهذا يتضح الصواب في هذه المسألة، وهو قبول ما جاء في الروايات الصحسحة من كيد اليهود للنبي وسحرهم له وتأثير السحر فيه n، وأن غية تأثير هذا السحر لم تتجاوز ظاهر جسده وجوارحه، دون فلبه وعقله أو يخل بتبليغه الرسالة والوحي.




[1] Diriwayatkan oleh Bukhari (10/222) (Fathul Baari) dan Muslim di dalam Kitabus Salam Bab Sihir.
[2][3][4][5] Zaadul Muslim (4/221)
[6] Zaadul Muslim (4/22)
[7] علاج السحر من القرآن والسنة ص 42-43.
[8] علاج السحر من القرآن والسنة ص 43.
[9] عداوة الشيطان للإنسان ص 513.
[10] عداوة الشيطان للإنسان ص 519.
[11] علاج السحر من القرآن والسنة ص 37.
[12] عداوة الشيطان للإنسان ص 519.
[13] أضواء البيان 4/61-62.

Testimoni